Oleh Ahmad Syam
Pertemuan saya dengan Pak Idris, begitu dia biasa dipanggil, pertama kali ketika mendapatkan tugas meneliti Kawasan Tanpa Rokok (KTR) awal 2010 lalu. Perjalanan 7 jam dari Makassar ke Enrekang memang sangat melelahkan. Namun, perjalanan sekira 1,5 jam dari kota Enrekang ke Desa Bone Bone yang menempuh jarak 19 kilometer membuat lelah seketika sirna oleh indahnya pemandangan. Ada sawah-sawah berundak, bukit-bukit menghijau, gunung karst-gunung karst yang menjulang megah, serta sungai-sungai yang meliuk. Apalagi semakin dekat ke Bone Bone suhu semakin segar, agak sedikit dingin karena memang Bone Bone terletak di kaki Gunung Latimojong, tepatnya pada ketinggian 1300 meter di atas permukaan laut.
Sebuah baliho raksasa, berukuran kurang lebih 4x6 meter, bertuliskan “Nikmati Indahnya Pemandangan dan Segarnya Udara Dusun Kami” menyambut sebelum masuk wilayah Bone Bone. Kata “dusun” dalam tulisan di baliho sumbangan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ini memang dibuat ketika Bone Bone belum “naik status” sebagai desa. Dari posisi baliho ini, mata dapat leluasa memandang jauh seluruh wilayah Bone Bone yang luasnya sekira 20,16 kilometer persegi, termasuk melihat bangunan masjid dan satu-satunya gedung sekolah dasar.
Namun, pesona Bone Bone seperti tidak berpenghabisan. Warganya yang ramah, (seluruh kaum perempuan, dari anak-anak hingga dewasa, berpakaian muslimah), udaranya yang segar, serta hutan pinus-nya yang terhampar luas adalah pesona lainnya.
Suguhan kopi arabica typika, jenis kopi khas Bone Bone peraih kopi terbaik nasional 2008 lalu, yang masih mengepul hangat yang langsung tersaji begitu bertamu di rumah-rumah warga melengkapi pesona Bone Bone. Sajian kopi hangat bersama pisang goreng yang, juga, masih mengepul hangat, sehangat pak Idris dan seluruh warga Desa Bone Bone.
(Secangkir kopi hangat khas Bone Bone -foto Ahmad Syam)
Pesona-pesona tersebut semakin melengkapi keunikan Bone Bone sebagai wilayah pertama di Indonesia dan, mungkin, di dunia yang tanpa asap rokok. Maka, tidak heran bila Banda Neira Ballroom, Swiss Belhotel, Ambon, membahana oleh standing applause (tepuk tangan meriah sambil berdiri sebagai penghormatan) peserta Forum Kawasan Timur Indonesia (KTI) V saat Muhammad Idris, Kepala Desa Bone Bone, Kecamatan Baraka, Enrekang, dan La Tinro La Tunrung, Bupati Enrekang, menutup presentasi mereka tentang KTR yang diselingi dengan tampilan gambar-gambar panorama alam Bone Bone.
Dari enam praktik cerdas yang terpilih untuk dibahas dalam Forum KTI V yang berlangsung di Ambon, Maluku, 1-2 November 2010, yang ditampilkan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI), hanya program “KTR dan Desa Sehat Bukan Sekadar Wacana di Desa Bone Bone” yang menerima standing applause sekira 250 peserta pertemuan dari utusan 15 provinsi se-KTI, utusan kabupaten/kota se-KTI, sejumlah lembaga internasional, pihak swasta, serta kalangan akademisi.
Ketika keduanya menyampaikan presentasi, peserta tidak hanya terbuai takjub dengan apa yang berlangsung di Bone Bone, tetapi juga seperti terbang melayang ke suatu negeri antah-berantah, negeri tanpa rokok.
(Bupati Enrekang,La Tinro La Tunrung [kiri] dan Kepala Desa Bone Bone, Muh Idris [kanan] pada Forum KTI di Ambon 2010 lalu -foto Ahmad Syam)
(Standing applause peserta Forum KTI -foto Ahmad Syam)
Idris menyampaikan, awal mula memperkenalkan aturan tidak merokok bagi warga di desanya tahun 2001 banyak penentangan dari masyarakat. Tapi tekadnya sudah bulat untuk mengajak warganya menjauhi rokok terutama karena anak-anak mereka yang baru berumur 8 tahun juga sudah mulai merokok.Setelah melalui pendekatan yang baik, menjelaskan secara baik dampak rokok terhadap kesehatan akhirnya masyarakat mulai menyadari hingga desa dengan jumlah penduduk sekira 800 jiwa tersebut bebas dari asap rokok sekarang.
“Saya mengatakan kepada warga Bone Bone, daripada uang dibelanjakan habis untuk membeli rokok, lebih baik dipergunakan sebagai tambahan biaya sekolah anak-anak,” ungkap Idris yang disambut tepuk tangan meriah peserta.
(Generasi sehat Bone Bone di SD Negeri 1 Bone Bone -foto Ahmad Syam)
Tidak berhenti hanya sebagai KTR yang mulai efektif pada 2005, Idris juga mengembangkan beberapa program sehat di Bone Bone. Misalnya, mewujudkan Bone Bone menjadi desa yang terbebas dari ayam ras (ayam suntik) dan segala makanan ringan yang mengandung zat-zat kimiawi yang dapat memperlemah daya nalar generasi Bone Bone. Bahkan, aparat desa mempersyaratkan calon pengantin untuk menanam lima pohon untuk mendapatkan izin menikah dari kantor desa.
Sementara itu, La Tinro La Tunrung mengutarakan bahwa pemerintah kabupaten sangat mengapresiasi program di Desa Bone Bone. Menurut bupati yang kini menjabat untuk periode kedua tersebut, adakalanya seorang bupati harus mendengarkan dan belajar dari seorang kepala desa.
“Saya dahulu adalah perokok berat, namun pada tahun 2008 saya mulai berhenti merokok karena pembelajaran dari Bone Bone. Malu saya, masak kepala desa saya sadar bahaya rokok, saya tidak!” tandasnya yang membuat ruang pertemuan riuh-rendah suara tepuk tangan.
(Papan informasi seperti ini dengan berbagai pesan kesehatan tersebar di setiap sudut Bone Bone -foto Ahmad Syam)
Sebelum mendapatkan undangan dari Forum KTI, sebenarnya Idris bersama Pemerintah Kabupaten Enrekang telah menerima banyak undangan, baik sebagai pembicara maupun untuk menerima penghargaan. Antara lain, pada 2007, World Health Organization (WHO) mengundang Idris sebagai pembicara dalam rangka hari tanpa rokok di Jakarta, berlanjut pada 2009 sebagai tamu khusus dalam seminar KTR di Jakarta dan masih di tahun yang sama Idris menerima PIN Emas dari Menteri Kesehatan RI pada Konferensi Promosi Kesehatan V di Bandung, kemudian pada 2010 progam KTR ini didaulat oleh The Fajar Institute of Pro Otonomi (FIPO) sebagai program inovatif untuk distinguished category dalam event Otonomi Awards 2010. Terkini, Idris adalah satu dari sedikit tokoh masyarakat yang dianugerahi Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT) Award pada Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) tahun 2012.
Tetapi dengan segala penghargaan tersebut, alumni Institut Agama Islam Negeri (IAIN) –sekarang UIN Alaudin—ini tetap rendah hati, low profile. Penampilannya sederhana namun sangat bersahaja dan memesona pada setiap undangan yang dihadirinya, termasuk saat tampil dalam beberapa acara televisi nasional, sungguh menyempurnakan pesona Bone Bone. Pesona yang paling Indonesia!