Kata teman saya, bagi penggemar yang ingin mengenang serial film ‘Little House on the Praire’ yang pernah ditayangkan TVRI setiap minggu siang antara tahun 1974-1983 berkunjunglah ke Ballarat, Victoria, Australia. Lalu saya menanyakan ke teman, “Apakah di Ballarat dapat bertemu Charles (Michael Landon), atau Laura (Melissa Gilbert), atau Mary (Melissa Sue Anderson)?” Dengan santainya dia menjawab, “Tentu saja tidak akan bertemu mereka! Michael Landon sudah meninggal 1991 silam, sedangkan Melissa Gilbert dan Melissa Sue Anderson juga tidak berdomisili di Ballarat.” Jadi kenapa dong mesti ke Ballarat untuk mengenang serial film populer itu? Untuk apa? Ada apa?
Antara 2006-2007, saya dan keluarga kebetulan tinggal di ibukota Australia, Canberra. Pada akhir-akhir kepulangan ke Indonesia kami merencanakan mengunjungi beberapa kota di Australia, salah satunya adalah Melbourne. Alasan berwisata di ibukota negara bagian Victoria tersebut selain kekayaan multikultural masyarakat dan keindahan kotanya, juga karena Melbourne masih dalam satu negara bagian dan dekat ke Ballarat, tempat yang sesungguhnya kami ingin lihat.
Melalui jasa bus travel yang tersedia banyak di Melbourne, kami berangkat ke Ballarat. Di atas bus juga terdapat beberapa turis dari Amerika, Jepang, dan China. Berjarak 105 kilometer dari Melbourne dengan bus ditempuh sekitar 90 menit. Belakangan baru saya tahu dengan menggunakan kereta api perjalanan bisa lebih singkat. Namun, naik bus pun ada sisi enaknya. Meski agak lama tetapi sepanjang perjalanan mendapatkan banyak informasi dari pak supir tentang tempat-tempat yang dilewati.
Rangkaian informasi yang terus meluncur dari mulut pak supir berdesak-desakan dan bergumul dalam pikiran saya dengan pernyataan teman saya tadi, “Datanglah ke Ballarat untuk mengenang keluarga bahagia Charles di Praire!” Lalu pikiran saya pun memburu dengan pertanyaan, “Untuk apa? Ada Apa?”
Wilayah Ballarat, seperti penjelasan pak supir, dahulunya adalah wilayah tambang terbesar di negara bagian Victoria. Tambang emas yang untuk pertama kali dibuka pada tahun 1851 tersebut langsung mengundang kurang lebih 20.000 migran. Keberadaan tambanglah yang menyulap Ballarat yang semula hanya kota kecil menjadi kota besar di masanya. Bahkan, sumber dana pembangunan Australia sebagian besar dari hasil tambang ini (wikipedia).
Seperti “breaking news”, demikian pak supir terus menyuguhi kami informasi dari setiap tempat atau simbol sejarah Ballarat. Termasuk tatkala melewati tugu dengan logo Olimpiade. Ya, Ballarat pernah mendapatkan kepercayaan sebagai venue pertandingan dua cabang olahraga, kayak dan rowing, pada Olimpiade ke-16 di Melbourne tahun 1956.
“Breaking news” pak supir, pemandangan di kiri kanan jalan yang menarik, bebukitan, dan rumah-rumah berjejer rapi, plus jalanan beraspal mulus membuat betah di atas bus, tahu..tahu...sudah sampai di Sovereign Hill. Nah, Sovereign Hill ini merupakan destinasi wisata paling popular di Ballarat, selain Ballarat Wildlife Park. Kami segera memburu turun dari bus karena tidak kuasa menahan rasa penasaran untuk melihat bukti sejarah pertambangan besar milik Australia puluhan tahun silam; rasa penasaran melihat pemukiman di Sovereign Hill yang, seperti tercantum dalam booklet wisata, tetap mempertahankan suasana pemukiman di tahun 1850-an; serta rasa penasaran akan perkataan teman saya itu soal mengenang serial “Little House on the Prairie” di Ballarat ini.
Pemandangan pertama yang menyambut saya begitu turun dari bus adalah jalanan yang dibiarkan tanpa aspal, hanya disapuh biji-biji batu kecil berwarna putih. Batu-batu yang menutupi tanah merah. Di beberapa bagian harus disiram air untuk mengurangi debu yang terbawa oleh angin. Atau debu yang terbawa oleh kaki kuda yang sesekali melintas. Di kiri kanan jalan berderet rumah, restauran, kantor pos, bar, dan toko-toko lainnya dengan arsitektur yang mengingatkan saya pada suasana kota dalam film-film koboi. Untunglah tidak ada suara senapan yang menyalak sebagaimana dalam film-film koboi itu.
Dari arah berlawanan muncul kereta kuda. Dan, alamak! Ketika kereta kuda tersebut semakin dekat tiba-tiba saya teringat pada kereta kuda milik Charles sekeluarga di Praire. Kereta kuda dengan dua roda besar, ditarik empat ekor kuda, dan tenda penutup di kursi belakang. Pakaian sang kusir juga mengingatkan pada pakaian Charles; baju kotak-kotak lengan panjang, celana jeans yang bawahnya dimasukkan ke dalam sepatu boot, dan topi koboi.
Di samping pak kusir duduk perempuan berbaju kurung ala abad pertengahan lengkap dengan penutup kepala yang, sekali lagi, langsung mengingatkan saya pada keluarga Charles di Prairie. Baju kurung dan penutup kepala mereka hampir sama dengan pakaian istri Charles, Laura, atau pun Mary.
Perempuan berbaju kurung model abad pertengahan dan laki-laki berseragam ala koboi terus terang menggiring saya seperti berada dalam serial film ‘Little House on the Prairie’. Beragam aktivitas mereka lakukan layaknya kehidupan normal. Ada yang sedang berjaga toko. Menunggui restoran. Customer service di kantor pos. Hingga menuntun kudanya di jalan-jalan. Semua yang tampak seperti benda-benda seni, buku-buku, dan binatang ternak disesuaikan dengan keadaan pada tahun 1850-an.
Ya, Sovereign Hill di Ballarat memang ibarat ‘museum terbuka’. Berada di atas lahan seluas 25 hektar, Sovereign Hill terhubung dengan lokasi tambang emas terkaya di dunia pada era 1850-an. Terdapat kurang lebih 60 bangunan bersejarah pada masanya yang dibangun kembali, tentu saja dengan arsitektur dan bahan yang sama. Dan, orang-orang itu, yang berpakaian ala koboi dan berbaju kurung adalah staf atau pun sukarelawan yang dengan senang hati bisa diajak berfoto dan menjawab segala macam pertanyaan (wikipedia).
Pengalaman berwisata ke Ballarat ini sungguh sangat berkesan. Bukan hanya karena dapat melihat dari dekat bekas tambang emas besar, mini bioskop yang menayangkan proses penyepuhan emas murni, dan ikut-ikutan (seolah-olah) mencari emas di saluran air sisa dari lokasi penyepuhan. Juga bukan hanya karena bisa sangat dekat dan memberi makan kanguru di Ballarat Wildlife Park. Tetapi yang tidak kalah berkesannya karena suasana di Sovereign Hill mengembalikan kenangan saya pada serial kesayangan ‘Little House on the Prairie’.
Suasana damai, tenang, dan sederhana di Sovereign Hill persis sama dalam setting cerita Little House on the Prairie. Saling bertegur sapa, atau setidaknya saling melempar senyum bila bertemu di jalan. Tak ada polusi udara. Tak ada polusi suara. Hanya suara roda kereta kuda dan debu yang terbang sebentar lalu jatuh kembali ke tanah.
Di bus, dalam perjalanan pulang, saya masih terkenang-kenang. Saya pun berharap jika ada kesempatan saya dapat berkunjung kembali ke Ballarat, ke Sovereign Hill untuk mengenang sebuah keluarga sederhana dan selalu riang, “keluarga Charles dari Prairie”.
Brunswick, 2013