Dulu, Matematika dipandang momok bagi sebagian besar siswa. Namun pengembangan pembelajaran Matematika yang lebih menyenangkan mengubah pandangan tersebut. Keadaan ini dapat ditemukan di sejumlah sekolah dasar (SD) di Kabupaten Soppeng. Bagaimana pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Soppeng membuat terobosan? Berikut ulasannya.
Ahmad Syam
Fajar, 27 April 2011
Sudah tiga tahun program Mathematic Education Quality Program (MEQiP) dijalankan di beberapa SD di Kabupaten Soppeng. Sejak dicanangkan 2008 lalu, konsep pembelajaran MEQiP telah berlangsung di hampir 80 SD. Konsep MEQiP ini adalah metode belajar Matematika dengan menggunakan alat peraga yang memungkinkan siswa lebih cepat memahami bahan ajar. Konsep ini juga mengaitkan objek-objek bahan ajar, misalnya kubus dan balok, dengan benda-benda di lingkungan sekitar para siswa.
Program MEQiP, sebagaimana hasil penelitian FIPO dalam rangka penilaian Otonomi Awards 2011 yang berlangsung 7-16 Maret lalu, diawali dengan pelatihan terhadap guru-guru bidang studi Matematika. Guru-guru tersebut dipilih melalui seleksi di sekolah masing-masing. Pelatihan untuk guru-guru ditangani dosen Universitas Negeri Makassar (UNM) sebagai mitra Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Soppeng.
Tujuan metode MEQiP tidak hanya membuat siswa kreatif tetapi juga menuntut kreativitas guru dalam menggunakan alat peraga Matematika (APM). Semakin kreatif guru menggunakan APM akan semakin memudahkan siswa memahami materi yang disampaikan.
Upaya pemerintah daerah setempat meningkatkan kemampuan Matematika untuk siswa SD tercermin dari komitmen anggaran untuk program tersebut. Jika pada tahun pertama anggaran kegiatan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) I maka pada tahun kedua dan ketiga sumber anggarannya adalah APBD II.
Komitmen anggaran dan upaya mengimplementasikan metode MEGiP secara baik membuahkan hasil. Berdasarkan catatan Dinas Pendidikan,Pemuda, dan Olahraga Soppeng, dalam dua tahun terakhir prestasi siswa SD dalam bidang studi Matematika membaik. Hal tersebut setidaknya tercermin dari prestasi-prestasi yang diraih siswa SD tersebut. Contohnya, pada tahun 2009, lima dari enam siswa SD di Soppeng yang menjadi wakil Sulawesi Selatan pada lomba sains tingkat nasional. Sementara pada 2010, tiga dari enam siswa yang mewakili Sulsel dalam lomba Matematika berasal dari Soppeng.
Selain terobosan sektor pendidikan di atas, kabupaten yang juga terkenal karena kalongnya tersebut melakukan perbaikan kualitas layanan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ajjapange. Manajemen RSUD Ajjapange membentuk Tim Kasih. Fungsi tim adalah memberikan bantuan kepada pengunjung yang tidak mengenal situasi rumah sakit, mengarahkan pengunjung kepada tempat yang akan dituju, serta menerima pengaduan dari pengunjung dan ditulis dalam buku pengaduan dan selanjutnya dilaporkan ke Unit Pengaduan.
Tim Kasih yang merupakan nama lain dari program Tim Siaga Layanan RSUD Ajjapange Kabupaten Soppeng tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan Direktur RSUD Ajjapange. Jumlah staf dalam Tim Kasih adalah 12 anggota yang dipimpin seorang koordinator. Anggota yang bertugas tersebut dilengkapi tanda pengenal berupa Identity Card (ID Card) bertuliskan “Tim Kasih”.
Masih terkait terobosan dalam layanan publik, kabupaten berpenduduk 230.744 jiwa tersebut melalui Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi juga memperbaiki layanan administrasi dasar kependudukan. Meski terbilang masih baru tetapi masyarakat yang tersebar di 8 kecamatan, 49 desa, dan di 21 kelurahan tersebut sekarang ini telah menikmati layanan kartu tanda kependudukan (KTP) dan kartu keluarga (KK) secara gratis.
Selain program-program berwujud layanan publik di atas, meski tidak terlalu menonjol unsur inovasi dan terobosannya, pemerintah daerah juga menaruh perhatian pada program ekonomi, akuntabilitas, dan partisipasi publik. Namun, dalam catatan hasil pemonitoran dan evaluasi, FIPO mendapati bahwa terdapat beberapa program yang tidak berjalan efektif dan maksimal. (ahmadsyam_1@yahoo.com)