Corby sedang berkumur-kumur di kamar mandi ketika seorang sipir penjara berseragam lengkap datang. Kamar mandi yang hanya berdaun pintu setengah itu memungkinkan Corby terlihat dari luar. Tidak ada siapa-siapa dalam sel saat itu, hanya Corby seorang. Sipir penjara berseragam lengkap juga menggunakan topi kebesarannya yang membuatnya terlihat sangat gagah. Sambil mengembuskan asap rokok dari mulutnya dia memanggil Corby dari luar terali besi sel.
Mendengar ada suara yang memanggil namanya Corby pun menengok keluar. Dia tersenyum membalas senyuman dari sipir. Membuka daun pintu kamar mandi dan berjalan ke arah sipir itu berdiri. Tidak ada keraguan dari langkah Corby setelah melihat sipir menunjukkan sikap ramah dengan mengayunkan bungkus rokok ke arah Corby. Ya, satu tangan dari petugas sipir yang memegang bungkus rokok masuk di sela-sela terali sel. Petugas sipir seperti menawarkan rokok kepada Corby.
Begitu Corby mendekat dan hendak menggapai bungkus rokok tersebut sipir menarik tangannya keluar. Corby tentu saja kaget dan sedikit terheran-heran. Lalu sipir dengan tangannya memberikan kode sesuatu dengan memegang sekitar pinggangnya seperti meminta “sesuatu”. Kamera menyorot tangan sipir yang sedang (maaf) menarik resleting celananya ke bawah. Corby terlihat terkejut, seperti ketakutan, dan berkata “no…no…no…sambil mundur ke belakang lalu masuk kembali ke kamar mandi.
Penggalan di atas adalah satu bagian cerita dalam film “Schapelle” yang tayang perdana di Channel Nine, Minggu (9/2) malam tadi. Film yang berkisah tentang Corby dan kasus yang menjeratnya tayang lebih awal dari jadwal semula. “Schapelle” berdasarkan jadwal semula baru akan tayang Senin (10/2) malam namun Channel Nine memiliki pertimbangan lain. Kemungkinan yang termasuk pertimbangan sehingga jadwal tayang dimajukan sehari karena memanfaatkan momentum Corby.
Seperti diketahui, Jumat (7/2) sore Corby mendapatkan status bebas bersyarat dan begitu banyak ulasan tentang Corby di media-media. Channel Nine tentu tidak ingin “Schapelle” menjadi basi hanya karena telat tayang dan ketika orang-orang pun sudah mulai jenuh dengan pemberitaan Corby. Jadi soal pemasaran film saja sehingga jadwal dimajukan.
Tayang di waktu utama, pukul 20.46 hingga 22.57 waktu setempat, Channel Nine berharap dapat menaikkan rating. Film berdurasi sekitar dua jam ini diproduksi oleh Fremantle Media Australia dan disutradarai Khoa Do. Sutradara ini juga yang mengarsiteki drama serupa yakni “Better Man” yang mengisahkan Van Tuong Nguyen, seorang warga negara Australia keturunan Vietnam yang dihukum gantung di Singapura tahun 2005 silam. Anak muda ini kedapatan membawa heroin seberat 396.2 gram dalam perjalanan Vietnam-Singapura-Melbourne. Saat di Bandara Changi, Singapura, sebelum keberangkatan ke Melbourne, heroin yang dia ikatkan di punggungnya dan sebagian lainnya ditaruh dalam tas terdeteksi.
Kembali ke film “Schapelle”. Film ini diangkat dari buku berjudul “Sins of the Father: The Untold story behind Schapelle Corby’s ill-fated drug run” karya Eamonn Duff. Buku setebal 416 halaman seharga $AUD35 (atau sekitar Rp350 ribu) terbit 2011 dan menjadi best seller. Buku ini juga meraih penghargaan “The 2012 True Crime Award” dalam The Melbourne Writers Festival. Dan seperti yang menjadi judul utama buku ini “Sins of the Father”, film “Schapelle” menggambarkan bagaimana Corby, yang diperankan Krew Boylan, tidak tahu-menahu soal ganja dalam tasnya tersebut karena ayahnya-lah, Michael Corby, diperankan Colin Friels, pemilik ganja tersebut.
Selain sepenggal kisah dalam pengantar di atas, beberapa penggalan menarik lainnya dalam film “Schapelle” adalah saat ini Michael Corby datang ke Lapas Kerobokan menemui Corby dua minggu sebelum putusan vonis dijatuhkan. Pertemuan ini seolah ingin menunjukkan bahwa sang ayah datang untuk meminta maaf atas kesalahannya. Penggalan ini seperti mengarahkan bahwa Corby tidak bersalah dan sang ayahlah yang bersalah.
Tetapi kenapa aparat hukum di Bali bersikukuh bahwa Corby bersalah? Dalam satu penggalan kisah di film tersebut bagian inilah yang menjadi pegangan aparat Indonesia. Saat pemeriksaan tas, aparat meminta Corby membuka tasnya. Terlihat Corby sangat santai melakukannya. Namun wajahnya tiba-tiba berubah tegang ketika aparat meminta Corby meraba isi tas tersebut. Petugas bertanya apa di dalam tas itu? Corby menjawab tidak ada apa-apa. Petugas mengulang beberapa kali hingga Corby menjawab itu ganja. Petugas kembali bertanya, bagaimana kamu tahu itu ganja? Corby menjawab bahwa dia bisa mengenali aromanya.
Penggalan cerita lainnya dalam film “Schapelle” menggambarkan betapa joroknya penjara di Kerobokan. Ibu Corby yang diperankan Denise Roberts terlihat membersihkan kamar mandi di sel Corby yang lantainya sudah terlihat hitam-hitam. Juga memperlihatkan betapa riuhnya ruang sidang saat ketika Corby memasuki ruangan tersebut hingga duduk di kursi pesakitan. Para wartawan, dalam dan luar negeri, dengan leluasa masuk ke ruang sidang dan mengambil foto Corby.
Di penggalan lain, film ini menyajikan bagaimana dukungan masyarakat Australia terhadap Corby. Melalui tampilan satu polling yang menunjukkan hampir 90 persen masyarakat tidak yakin Corby bersalah, film ini mengarahkan penonton bahwa Corby benar-benar tidak harus disalahkan dalam kasus ini.
Sayangnya, film ini tidak menyajikan hasil polling lainnya. Memang di awal-awal kasus sebagian besar warga Australian masih percaya Corby tidak bersalah. Polling tahun 2005 yang dilakukan Morgan memang lebih dari 51 persen responden mengatakan Corby tidak bersalah. Tetapi harusnya film ini juga mengangkat hasil polling tahun 2010 yang dilakukan Nielsen di mana 9 dari 10 responden mengatakan Corby bersalah. Dalam polling tersebut, 41 persen responden menilai Corby bersalah sedangkan 48 persen tidak memberikan pendapat Corby bersalah atau tidak.
Satu adegan di film Schapelle (Sydney Morning Herald) |
Apakah film ini diminati masyarakat? Berdasarkan laporan Maria Lewis di Mail Online, film “Schapelle” di Channel Nine yang bersaing dengan film “INXS: Never Tear Us Apart” di Channel Seven kalah dalam jumlah penonton. “Schapelle” hanya meraup 1.002 juta jumlah penonton yang selisihnya sangat jauh dibandingkan jumlah penonton “INXS: Never Tear Us Apart” yakni 1.974 juta penonton.
Raihan jumlah penonton “Schapelle yang kalah dari “INXS” sebenarnya sudah bisa diprediksi melalui hasil polling yang dilakukan pada hari yang sama, Minggu (9/2). Genevieve Rota yang membuat polling di Popsugar mengangkat judul polling : INXS vs Schapelle- What Will You Watch Tonight? Hasilnya, sebanyak 60 persen responden memilih akan menonton “INXS”, hanya 19 persen akan menonton “Schapelle”, dan 21 persen responden akan menonton keduanya dengan cara merekam salah satu film tersebut.
Ada dua faktor, menurut ulasan yang berkembang di media-media, mengapa “Schapelle” ini tidak memenangkan jumlah penonton terbanyak dibandingkan film lainnya yang tayang di saat bersamaan. Pertama, menonton “Schapelle” bagi yang yakin Corby tidak bersalah tidak memberikan tambahan informasi lagi. Bagi mereka, apa yang mereka ketahui bahwa Corby tidak bersalah sudah cukup jadi buat apa menonton film-nya. Kedua, menonton “Schapelle” bagi yang yakin Corby bersalah juga tidak akan antusias menonton film ini. Alasannya, daripada sakit hati dengan jalan cerita film lebih baik tidak menontonnya.
Meski film “Schapelle” tidak begitu disambut oleh publik Australia, beberapa media tetap memburu cerita Corby dari awal penangkapan, saat dipenjara, hingga dibebaskan. Bahkan, menurut kabar telah ada media TV yang mau membayar $AUD5 million atau sekitar Rp50 miliar jika Corby bersedia berbagi kisah dan melayani wawancara eksklusif. Hmmmm….
Brunswick, 10 Februari 2014
http://hiburan.kompasiana.com/film/2014/02/10/film-schapelle-sipir-minta-sesuatu-ke-corby-632252.html
No comments:
Post a Comment