Tuesday, February 14, 2012

Hugua, "Bukan Bupati Biasa"



Hugua memang "bukan bupati biasa". Selain menjabat Bupati Wakatobi-Sulawesi Tenggara, lelaki kelahiran 31 Desember 1961 ini dikenal sebagai aktivis LSM/NGO, baik tingkat nasional maupun internasional, dan juga ideolog yang visioner.

Setamat dari Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari, Hugua melanjutkan studi-studi singkat dan komparasi; antara lain di DSE Jerman (manajemen organisasi nirlaba), UNE Australia (ekonomi dan lingkungan, dan TIC Tokyo (pemberdayaan masyarakat). Selain itu, studi komparasi sistem Grameen Bank di Bangladesh dan replikasinya di India, Thailand, dan Malaysia yang akhirnya mendirikan Bantase, replikasi Grameen Bank yang sangat sukses di Sulawesi Tenggara.Hugua juga menjadi pembicara dalam berbagai seminar dan simposium internasional, antara lain di Las Vegas,Orlando, Barcelona, London, Singapura dan Philipina.

Selama menjadi Bupati Wakatobi, ia mendapat sederet penghargaan dari organisasi lingkungan, pemerintah, media, dan lembaga-lembaga nasional serta internasional. Dalam bidang lingkungan dari WWF, The TNC, Majalah Bisnis & CSR, SSI Scuba, dan Icon majalah Gatra. Dalam bidang kepemimpinan dan pelayanan pemerintahan dari MDGs Award UNDP dan Innovation Government Award Kementerian Dalam Negeri. Pernah diundang pada Kick Andy di Metro TV sebagai narasumber dalam acara “Bukan Bupati Biasa”.

Berikut salah satu cuplikan catatan pemikiran Hugua terkait lingkungan yang menjadi perhatiannya selain topik-topik besar seperti peradaban kapatalisme dan sosialisme, kecerdasan spiritual dan material, serta manusia dan kebenaran yang terdapat dalam bukunya yang kedua ini, Surgaisme Landasan Tata Dunia Baru. Selamat membaca:

Bumiku Surgaku

Dunia saat ini makin diwarnai ketidakpastian di berbagai bidang yang harus diatasi bersama. Dahulu semuanya bisa serba pasti. Contohnya, terjadi banyak bencana alam, perubahan iklim yang tak menentu seperti hujan masih sering turun, padahal musim hujan biasanya turun pada akhir tahun. Ketidakpastian luar biasa juga dialami di bidang ekonomi yang antara lain ditandai dengan keluar masuknya uang yang bisa mengacaukan negara.

Bidang politik dan keamanan juga diwarnai ketidakpastian. Seperti terjadinya sejumlah kerusuhan sosial, ledakan bom di kawasan Indonesia serta konflik di laut. Untuk itu, kita harus kuat secara spiritual dan mampu berdiri sendiri secara material. Seperti dengan kuat dalam mandiri stok pangan, memperkuat cadangan devisa, ketahanan pangan, ekonomi, dan sosial.

Kunci untuk menghadapi ketidakpastian itu adalah kebersamaan dengan alam dan kedekatan antarsesama serta berterima kasih kepada Pencipta. Mari kita jadikan energi alam yang positif untuk menghadapi tantangan dan ketidakpastian dunia. Sehingga manusia dengan fungsi dan perannya masing-masing sangat penting dalam meningkatkan komunikasi global melalui kerja sama.

Tidak dapat disangkal lagi bahwa ketidakpastian telah menimbulkan berbagai bencana yang menghantam bumi ini. Itu akibat keserakahan manusia. Hampir di semua belahan bumi ini tidak luput dari kemurkaan alam yang telah mencapai titik jenuh seperti pemanasan global, pencemaran, kekeringan, banjir bandang, longsor, konflik dan peperangan. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena saat ini manusia lebih mengutamakan material ketimbang moral. Padahal, moralitas merupakan faktor penentu dari pencapaian impian manusia.

Secara matematis telah dibuktikan bahwa manusia yang mengutamakan moralitas akan mencapai tingkat kesuksesan dalam segala bidang. Sebaliknya, manusia yang hanya mengutamakan material akan menderita, kehilangan teman, dan sebagainya. Kecerdasan material sangat ditentukan oleh kecerdasan spiritual. Oleh karena itu, setiap manusia harus menata diri lebih dahulu sebelum menata sumber daya alam sehingga bumi dan isinya dapat dikelola demi untuk kebahagiaan umat manusia secara berkelanjutan.

Manusia tidak mungkin sukses membangun bumi jika ia hanya mengutamakan diri dan nafsunya. Sebaliknya, jika manusia selalu memikirkan orang lain dan lingkungannya sebagai makhluk ciptaan Tuhan, maka ia telah menciptakan kebahagiaan bagi dirinya sendiri dan manusia yang mendiami planet bumi ini. Bumi adalah ciptaan Tuhan. Sudah semestinya manusia berterima kasih dengan merawat ciptaan –Nya. Karena bumi (alam) mempunyai hukum-hukumnya sendiri, maka manusia harus memahami hukum alam agar tidak merusak lingkungan saat memanfaatkan isinya. Membangun “dalam diri” manusia merupakan prasyarat membangun bumi dengan memanfaatkan sumber daya alam ciptaan Tuhan.

Melihat perubahan iklim, pencemaran udara oleh pembakaran energi, kerusakan alam, dan berbagai konflik selama ini jelas-jelas disebabkan pertentangan antara arogansi kapitalis dan fanatisme kepercayaan. Oleh karena itu, kerusakan alam semesta yang menimpa berbagai daerah di berbagai negara menjadi bukti bahwa peradaban kapatalisme dan sosialisme tidak dapat dijadikan solusi untuk menciptakan tatanan kehidupan yang harmonis, sejahtera, dan bahagia. Manusia perlu mencari solusi alternatif dalam mencapai tatanan dunia baru.

Dalam mewujudkan tatanan dunia baru, ekonomi pasar dan lingkungan memiliki keterkaitan yang dekat. Jika mekanisme pasar dijalankan tanpa moralitas maka akan berdampak pada kerusakan lingkungan. Salim (2010) juga menyatakan hal yang sama; bahwa pertautan ekonomi dengan lingkungan menjadi sangat penting. Keduanya bisa diterapkan dan dilaksanakan berbarengan apabila pemerintah ikut aktif mengoreksi mekanisme pasar melalui penerapan kebijakan yang memperhitungkan sifat sumber daya dan lingkungan alam di lokasi setempat (daya dukung). Infrastruktur sangat menentukan arah kegiatan ekonomi ke mana akan bergerak. Kepada kepentingan rakyat (termasuk alam) atau kepada pemodal?

Manusia yang baik dalam membangun alam adalah manusia yang banyak memberikan kepada alam. Sebagai orang yang memanfaatkan alam, mestinya lebih banyak menanam (memberi) daripada mengambil. Dengan demikian, fungsi alam akan tetap terjaga dan persediaannya tetap melimpah. Orang baik adalah dia yang memberi kepada alam, bukan semata-mata hanya mengambil yang terbatas itu. Manusia yang baik adalah mereka yang mengutamakan lingkungannya untuk kepentingan manusia lainnya dan alam sebagai ciptaan-Nya.

Mengutamakan kepentingan lingkungan alam akan menjadikan bumi sebagai tempat yang nyaman (surga) bagi seluruh makhluk yang dikelola manusia. Oleh karena itu, manusia yang ikhlas adalah manusia yang mampu meniadakan kepentingan dirinya dan mengutamakan kepentingan alam semesta sehingga bumi akan menjadi surga yang tercermin dari kearifan budaya lokal (local wisdom), teknologi ramah lingkungan, kecukupan pangan, dan terciptanya etika dalam pergaulan global.

No comments: