Friday, January 27, 2017

Angka 8 Bawa Federer Juara Australian Open 2017



Ini tentu kebetulan belaka ketika Roger Federer yang bertarung di Australian Open 2017 dipenuhi dengan angka 8 (delapan). Angka yang jika merujuk kepada kepercayaan Tionghoa merupakan angka yang akan membawa rezeki dan keberuntungan. Kepercayaan yang sama diyakini masyarakat Jepang. Sebaliknya, sebagian masyarakat di Indonesia yang mempercayai ramalan angka justru menganggap angka 8 membawa kesukaran. Entahlah….
Untuk tidak terjebak dengan berbagai varian kepercayaan tentang angka-angka tersebut, tulisan ini hanya akan menggunakan pendekatan cocoklogi. Tahu khan pendekatan ini sering digunakan segelintir pemain-pemain politik, dari aktor politik di luar panggung, di atas panggung, di kolong panggung, hingga yang sedang mencari panggung.

Nah, pendekatan cocoklogi akan mencoba menelusuri kecocokan antara angka 8 dengan Federer di Australian Open 2017.
Pertama, mari memulai dengan angka pada tahun penyelenggaraan Australian Open tahun ini yakni 2017. Dalam penulisan singkatan, tahun 2017 juga sering disingkat dengan 17. Jika dijumlahkan 1 dan 7 menghasilkan 8.
Kedua, saat ini peringkat terkini Federer di Association Tennis Professional (ATP) yang dirilis sebelum penyelengaraan Australian Open 2017 adalah 17. Lagi-lagi jika dijumlahkan 1 dan 7 menghasilkan angka 8.
Ketiga, karena berperingkat ATP ke-17 sementara semua petenis yang berperingkat di atas Federer ikut ambil bagian dalam ajang Australian Open 2017 ini, otomatis Federer berada di unggulan ke-17. Ingat, 1 dan 7 tetap menghasilkan angka 8 jika ditambahkan. Andai, ada satu atau dua pemain di atas peringkat Federer yang mundur dari ajang Australian Open maka peringkat unggulan Federer kemungkinan bukan di 17, mungkin 16 atau 15.
Keempat, Federer yang lahir 8-8-1981 (tuh, khan penuh angka 8 hehe) pada saat mengikuti Australian Open 2017 berada di usia 35. Jika dijumlahkan angka 3 dan 5 maka hasilnya adalah 8. Di usianya yang ke-35 tersebut, Federer merupakan petenis paling tua untuk sektor tunggal putera di ajang ini.

Kelima, bila pada akhirnya Federer berhasil melaju ke laga puncak, Final Australian Open 2017, maka itu jauh dari target dia. Dalam wawancara usai menalukkan petenis Jerman, Mischa Zverev, di perempat final, Federer mengatakan tidak menyangka bisa melangkah sejauh itu. Usai operasi lutut membuatnya rehat dari bermain tennis selama kurang lebih enam bulan yang membuat peringkatnya terjun bebas ke peringkat 17.  Nah, keberhasilan Federer masuk final di Australian Open 2017 adalah final ke-28 dia dalam ajang Grandslam. Ingat, 28 itu sudah, jangan dibuatkan penjumlahan lagi hehe….
Dan keenam…, ini pamungkas karena kali ini Federer sedang mengejar titel Grandslam yang ke-18. Jika mengamati bagaimana angka 8 begitu ramah bagi Federer, maka titel ke-18 tersebut akan diraihnya siapa pun lawannya di final.


Eh, by the way, dalam sisi tipografi, angka 8 ini ternyata angka yang paling konsisten. Dibandingkan seluruh angka lainnya, dibolak-balik pun bentuk angka 8 ini tetap sama. Dua lingkaran yang menyatu dalam satu tarikan garis membuat angka ini terlihat indah dan elegan…hehehe

Brunswick, 27 Januari 2017
(ditulis ketika sedang menonton semifinal Nadal vs Dimitrov di set ke-4, pemenangnya bakal melawan Federer pada Ahad, 29 Januari.)

---------------------------------------------
Catatan:
Hasil laga Final Australian Open, Ahad 29 Januari 2017




Dua Parade Rasa di Australia Day



Hari ini, 26 Januari 2017. Dalam kalender yang berlaku di Australia disebutkan sebagai Australia Day. Angkanya ditulis berwarna merah karena masuk dalam kategori public holiday. Ya, hari ini libur nasional dan biasanya diasosiasikan dengan tiga kata: barbeque, perayaan, dan liburan.
Saya telat untuk bisa menyaksikan upacara pengibaran bendera di Melbourne Town Hall. Agar tidak telat untuk menyaksikan  acara berikutnya, saya pun bergegas. Masih ada waktu setengah jam dari jadwal parade budaya sejumlah komunitas di Melbourne. Meski demikian, beberapa spot strategis sudah dijejali masyarakat yang juga ingin menonton parade tersebut.
Ini kali kedua dalam empat tahun saya berdiri di pagar pembatas yang sengaja dipasang agar masyarakat tidak masuk ke badan jalan. Tidak banyak petugas dan panitia yang berjaga-jaga karena masyarakat secara umum telah memiliki disiplin yang tinggi. Tidak akan ada yang menerobos pagar pembatas, tidak akan ada yang melompati pagar pembatas.

Sejujurnya, kali ini saya tidak begitu antusias menyaksikan paradenya. Saya berpikir, dan memang kenyataannya demikian, parade hari ini tidak akan berbeda dengan parade tahun-tahun sebelumnya. Bagaimana akan berbeda pesertanya saja boleh dibilang hampir itu-itu setiap tahunnya. Dari asal komunitas, kostum, hingga tarian semuanya sama. Maka, niat saya ikut berkerumun sudah saya stel bukan untuk menyaksikan gempita parade tetapi untuk merasakan keriuhan para penonton yang mengunjukkan rasa bahagia mereka.
Saya takjub dengan banyak penonton yang mungkin saja saban tahun datang menyaksikan parade. Para penduduk lokal yang begitu menikmati setiap penampilan peserta parade. Tidak jarang para penonton yang berusia sepuh datang membawa kursi agar tidak capai berdiri. Tidak sedikit para orangtua membawa anak-anaknya sembari menjelaskan beberapa informasi detail tentang peserta parade kepada mereka.

Hari ini, 26 Januari 2017. Angkanya ditulis berwarna merah karena ditetapkan sebagai hari libur nasional. Bagi sebagian besar masyarakat lainnya, khususnya masyarakat suku Aborigin, hari ini lebih pas disebut sebagai Invasion Day. Hari yang diidentikkan dengan tiga kata: invasi, bertahan hidup, dan pembunuhan.
Gelombang orang yang diperkirakan ribuan bergerak mengunjukkan rasa sedih dan protes mereka tidak lama setelah iring-iringan parade berlalu. Sumber lain memperkirakan ada sekira 50 ribu orang yang turut dalam aksi Invasion Day tersebut. Tua-muda, remaja, hingga anak-anak berbaur memadati perempatan St Kilda Road, Flinders Street Station, dan Swanston Street. Mereka duduk membentuk lingkaran persis di perempatan itu, sementara sebagian lainnya duduk di sepanjang Swanston Street.

Banyak bendera Aborigin dibentangkan. Banyak simbol-simbol dengan warna hitam, merah, dan kuning dikenakan. Banyak tulisan-tulisan bernada protes dinaikkan namun yang paling menonjol adalah tuntutan perubahan tanggal Australia Day. Change the Date! Begitu bunyi spanduk-spanduk tersebut. Yel-yel yang terus berkumandang di sela orasi pemimpin unjuk rasa adalah No Pride in Genocide!
Saya ikut berbaur dengan para pengunjuk rasa ini. Saya ingin menyelami perasaan yang lain yang bagi pengunjuk rasa juga merupakan rasa akan kebenaran. Amarah dan haru menyatu ketika orator mengisahkan banyak peristiwa kelam masa lalu. Peristiwa yang jika dirunut ke belakang berkaitan dengan tanggal 26 Januari 1788. Tanggal dan tahun ketika pertama kali kapal-kapal Inggris berlabuh di Port Jackson, New South Wales. Tanggal yang dianggap sebagai mula dari masa-masa kegelapan bagi penduduk asli Aborigin karena sejumlah kasus pembunuhan, pemerkosaan, dan penculikan yang kesemuanya dalam agenda genosid (tindakan kekerasan secara sistematis guna memusnahkan satu suku).

Setiap kali orator unjuk rasa meneriakkan perubahan tanggal perayaan Australia Day, setiap itu pula tepuk tangan serempak bergemuruh.  Tuntutan utama pengunjuk rasa memang pada perubahan tanggal perayaan Australia Day saja. Tuntutan yang menjadi suara bersama seluruh unjuk rasa di kota-kota lainnya se- Australia. Akankah pemerintah tidak bergeming untuk tuntutan tersebut?
Brunswick, 26 Januari 2016
https://news.detik.com/australia-plus-abc/d-3406939/pengalaman-warga-ri-menyaksikan-australia-day