Wednesday, September 21, 2011

Tender Transparan, Pejabat pun Aman


Program e-Procurement untuk kali kedua secara beruntun mengantar Kabupaten Luwu Utara (Lutra) memenangkan silver trophy (trofi perak) Otonomi Awards untuk Kategori Akuntabilitas Publik. Bahkan pada kedua kesempatan tersebut Lutra juga berhasil memenangkan gold trophy (trofi emas), penghargaan kategori utama untuk Daerah dengan Terobosan Paling Menonjol Bidang Performa Politik. Apa kiat sukses kabupaten yang tahun 2011 ini menginjak usia 12 tahun? Ulasannya berikut ini.

Ahmad Syam
Peneliti FIPO


Harian Fajar, 21 September 2011

Pemerintah Daerah (Pemda) Luwu Utara (Lutra) secara serius mengelola program e-procurement sehingga The Fajar Institute of Pro Otonomi (FIPO) yang memonitor dan mengevaluasi program daerah memberi apresiasi tinggi untuk program tersebut. Keseriusan kabupaten berpenduduk 321.979 jiwa (2009) ini tercermin dari proliferasi (pengembangbiakan) program. Apakah proliferasi yang dimaksud?

Dalam skema penilaian FIPO, proliferasi adalah pengembangbiakan program dari tidak ada menjadi ada dan dari ada menjadi semakin berkembang. Berdasarkan pemonitoran FIPO, pada 2009 sistem pengelolaan e-procurement masih semi-electronic yang kemudian pada 2010 bermigrasi ke sistem full-electronic. Terdapat beberapa kelebihan full-electronic dibandingkan semi-electronic.

Pertama, proses registrasi pada semi-electronic seorang direktur perusahaan wajib datang beserta dokumen asli perusahaan untuk melakukan verifikasi, sedangkan dengan sistem full-electronic direktur tidak diwajibkan lagi untuk datang karena dapat dikuasakan kepada orang yang tercantum namanya dalam akta pendirian. Dampaknya, sistem full-electronic memberi kemudahan dan kesempatan yang sama bagi semua perusahaan, baik perusahaan kecil maupun besar, yang berasal dari dalam maupun luar daerah, untuk melakukan registrasi dan verifikasi perusahaan.

Kedua, semi-electronic masih menggunakan Infrastruktur Kunci Publik (IKP) sebagai pengaman dokumen dalam bentuk fisik (CD/files) yang diserahkan ke direktur perusahaan saat registrasi dan verifikasi. Pada full-electronic sudah menggunakan Aplikasi Pengaman Dokumen (Appendo) yang diaktifkan menggunakan identitas digital dan kunci publik berupa sederet kode tertentu yang sudah tersedia dalam menu masing-masing user dan dapat diakses kapan saja. Kelemahan semi-electronic pada penggunaan CD/files sebagai pengaman dokumen karena CD/files mudah rusak, hilang atau terserang virus sehingga perusahaan harus datang lagi ke sekretariat layanan menggunakan penggantian dengan melengkapi berkas.

Ketiga, print-out Surat Pernyataan Minat (SPM), formulir isian kualifikasi, Surat Penawaran Harga (SPH) beserta lampirannya harus dijilid sebelum dikirim ke panitia lelang pada sistem semi-electronic, sedangkan pada full-electronic tidak lagi melakukan print-out karena semua data dikirim secara langsung melalui sistem dengan fasilitas yaang telah terintegrasi. Dampaknya, sistem full-electronic tentu saja menguntungkan karena memberikan kemudahan dan tidak ada lagi biaya cetak/print-out dan penggandaan bagi rekanan.

Keempat, pada sistem semi-electronic, proses sanggahan masih dilakukan secara manual yaitu dengan mengirimkan hardcopy surat sanggahan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Pada sistem full-electronic proses ini sudah tidak dikenal lagi karena seluruh sanggahan dilakukan secara online di mana dan kapan saja.

Demikian beberapa keuntungan migrasi dari semi-electronic ke full-electronic yang ikut mengangkat nilai program e-procurement. Secara akumulatif, dari dua komponen penilaian, inovasi dan survei publik, skor 769 yang diraih Lutra merupakan poin tertinggi dibandingkan empat kebupaten/kota yang menguntit di belakangnya yakni Parepare, Gowa, Makassar, dan Bantaeng.

Gebrakan Lutra

Komitmen untuk mengimplementasikan e-procurement dilatarbelakangi kesungguhan pemda memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) khususnya yang berkaitan dengan proses lelang/tender. Sistem konvensional yang dijalankan sebelumnya telah menempatkan para pejabat dan panitia lelang dalam posisi tidak aman.

Langkah pertama yang dilakukan pemda pada 2008 adalah melakukan studi lapang ke Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang terlebih dahulu menerapkan e-procurement. Memorandum of Understanding (MoU) antara Lutra dan Surabaya yang\ antara lain mengatur proses adopsi e-procurement melalui training of trainers (TOT) bagi calon panitia barang jasa dan calon pengelola sekretariat layanan e-procurement semakin memantapkan Lutra menjadi kabupaten pertama di Sulawesi Selatan dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang menjalankan e-procurement.

Mengawali peluncuran secara resmi pada 2009 dilakukan beberapa persiapan teknis seperti pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP), sekretariat layanan e-procurement, penyusunan regulasi, serta sosialisasi dan bimbingan teknis untuk para pelaku penyedia barang dan jasa. Selain itu ada upaya-upaya sosialisasi yang intensif terhadap para pengguna anggaran, pejabat pengadaan barang/jasa, panitia pengadaan dari masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang tujuannya agar jajaran birokrasi, terutama yang terlibat dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah, memahami dengan baik e-procurement.

Fasilitas penunjang yang disiapkan antara lain personal computer (PC) sebanyak 20 unit (10 unit untuk bidding room/training room dan 10 unit lainnya untuk sekretariat e-procurement), 4 laptop, dan 2 unit PC untuk server. Tersedia juga fasilitas internet melalui VSAT dengan kapasitas 3 MBps, jaringan telepon dan jaringan komputer local area network (LAN) antar unit di lingkup instansi pemerintah untuk menunjang kinerja panitia pengadaan dan WAN atau hotspot di sejumlah titik dalam kota Masamba.

Dua tahun implementasi e-procurement sebagai layanan publik berdampak bukan hanya memperluas akses pasar dan membantu menciptakan persaingan sehat diantara pengusaha besar dan kecil, tetapi juga memberikan rasa aman dan nyaman karena proses pengadaan mengikuti ketentuan yang diatur secara elektronik dengan mengedepankan transparansi dan akuntabilitas.

Bahkan, e-procurement juga berdampak pada perubahan budaya kerja aparatur negara yang terlibat. Pengaturan jadwal dan waktu yang ketat membuat tidak ada lagi toleransi terhadap keterlambatan serta membantu mamastikan bahwa semua persyaratan, ketentuan, dan proses dipenuhi serta ditaati.

Paling menggembirakan, tentu saja, penerapan e-procurement sangat membantu pemda mengefisiensikan anggaran pada setiap kegiatan pelelangan yang nilainya di atas Rp100 juta. Pada tahun 2009 sebagai tahun pertama pelaksanaan lelang berbasis internet ini efisiensi anggaran yang dicapai pemda sebesar 10,70 persen, dari 235 paket pekerjaan yang dilelang dengan total anggaran Rp133,9 miliar. Pada 2010 atau tahun di mana secara resmi menggunakan aplikasi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) terjadi efisiensi anggaran sebesar 6,71 persen, dari 97 paket pekerjaan yang dilelang dengan total anggaran Rp83,88 miliar (ahmadsyam_1@yahoo.com).