Monday, December 14, 2020

...kami memenuhi panggilanMU...




Hari ini, Jumat (11/8), aku menamatkan bacaan Qur'an beberapa saat sebelum Jumatan dimulai di Masjid Brunswick Islamic Centre. Aku tidak merencanakan sebelumnya tamat bacaan Qur'an tepat di hari paling mulai ini, tetapi sungguh membuat aku sangat bersyukur dapat melakukannya.

Aku hanya menargetkan sebelum berangkat berhaji aku menamatkan bacaan Qur'an yang masih tersisa beberapa juz. Harapannya ketika berhaji nanti yang berkisar 28 hari, termasuk perjalanan pulang pergi, aku bisa menamatkan bacaan Qur'an sekali lagi.

Jumat malam ini aku akan bersiap berangkat memenuhi panggilan Allah SWT ke Baitullah. Pesawat dari maskapai Emirates akan menerbangkan kami (saya dan istri) dari runway Tullamarine, Melbourne, pada Sabtu (12/8) shubuh pukul 05.00.

Destinasi pertama ke Dubai dengan lama penerbangan kurang lebih 14 jam. Jadwal pendaratan di kota terbesar di negeri Uni Emirat Arab pukul 13.00 siang (ada selisih waktu 6-7 jam antara Melbourne dan Dubai). Berikutnya, Pukul 01.15 Emirates akan menerbangkan kami lagi ke Medinah dan terjadwal tiba Ahad (13/8) pukul 03.00 dinihari.

Tiga hari terakhir sebelum keberangkatan perasaan aku campur aduk dari haru, sedih, dan bahagia. Kabar kepastian mendapatkan visa haji dari Kedutaan Besar Arab Saudi baru sampai Rabu (9/8). Mata saya berkaca-kaca saat itu. Alhamdulillah doa-doa agar kami dimudahkan segala urusan perjalanan ke Baitullah dijawab Allah SWT. Semoga Allah SWT memudahkan perjalanan-perjalanan berikutnya dalam rangkaian ibadah haji dan umrah.

Sedihnya karena untuk beberapa pekan berpisah dengan anak-anak. Mereka telah lebih dahulu dipulangkan sementara ke Makassar sebulan yang lalu. Insya Allah dalam 4-5 pekan ke depan kembali berkumpul lagi, aamiin Allahumma aamiin.

Bahagianya karena mendapatkan kesempatan memenuhi panggilan Allah SWT berkunjung ke Baitullah (hakikatnya semua umat Muslim telah dipanggil ke Baitullah oleh Allah SWT).

Labbaika Allahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik. Inna l-hamdu wan-ni'mata laka wa l-mulk la syarika laka....

Kami memenuhi panggilan-Mu ya Allah, kami memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, kami memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya pujian, nikmat, dan kerajaan itu adalah milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu

DK,
Jumat, 11 Agustus 2017

Wednesday, April 29, 2020

29 April (5) : Kepada Senyum di Sisi Kasur



29 April 2020. Makassar cerah seharian di hari ke-6 puasa Ramadan ini. Tadi pagi usai sahur dan shalat subuh saya berbaring sejenak sambil mengingat beberapa kenangan di tahun-tahun yang lalu. Satu kenangan itu diantaranya adalah tentang pagi musim gugur yang dingin di Brunswick. Pagi yang gelisah, penuh kecemasan, dan sedih karena ada perpisahan yang semula dijadwal hanya sementara.

Pagi itu memang tidak seperti pagi-pagi sebelumnya. Kamu dibangunkan lebih cepat padahal biasanya kami serumah membiarkan dirimu tertidur sampai batas yang kamu inginkan. Terkadang di sela penantian, kami serumah mengintip lewat pintu dan saat melihat dirimu masih pulas kami besarkan kesabaran.


Ada alasan lain kenapa kami serumah sesekali melihatmu dari pintu yang hanya terbuka sekepala itu. Seringkali kamu sudah terbangun tetapi tak bersuara, tak memanggil. Kami tidak tahu sudah berapa lama kamu bangun sebelum dirimu akhirnya memanggil, "maaaa…mamaaaa!" Lalu kami serumah berhamburan masuk kamar dengan riang gembira karena tak sabar bertemu dirimu. Kami mendapati dirimu telah duduk di sisi kasur sambil bersandar ke tembok dengan tersenyum-senyum.


Sambil menunggu taksi yang akan membawa dirimu bersama bunda dan kedua kakak, saya sempat menggendong dirimu. Tidak ada firasat saat itu akan menjadi kali terakhir saya mendekapmu, merasakan hangat pipimu,dan wangi rambutmu. Jika saya tidak merasakan firasat itu, apakah kamu yang merasakannya? Sampai taksi berlalu yang membawa kalian berempat menuju bandara tiba-tiba saya merasa kehilangan besar. Apakah itu firasat? Apakah rindu pada dirimu yang berkecamuk di hari-hari selanjutnya adalah juga firasat? Entah.


29 April 2020. Makassar cerah meski sesekali awan tebal menutupi sinar matahari terjun bebas ke bumi. Tadi pagi saat berbaring saya membaca beberapa kenangan beberapa tahun silam yang kembali diingatkan oleh akun medsos milik saya. Satu diantaranya adalah peristiwa pada hari dan tanggal yang sama dengan hari ini, Rabu 29 April

tetapi berjarak lima tahun dari hari ini.

Pagi itu pagi untuk bermalas-malasan karena tak ada jadwal masuk kerja. Usai shalat Subuh saya kembali berbaring di atas kasur sambil menonton live streaming seorang kawan di Jakarta yang memberikan kuliah Subuh di satu station TV. Di sela iklan komersial dari acara itu saya membuka info-info hasil pertandingan bola yang berlangsung semalam.


Lalu tiba-tiba suara notifikasi yang memberi kode ada pesan masuk di ponsel saya. Bunyi pesan itu kurang lebih bahwa semalam dirimu sakit dan tadi subuh masuk ruang perawatan di rumah sakit. Kenapa pada malamnya saya tidak mendapat firasat apa-apa? Apakah dirimu sengaja tak mengirim firasat itu agar saya tidak harus cemas?


Sungguh perasaan saya saat itu tidak karuan. Ingin rasanya segera bergegas menjumpaimu untuk mengusap-usap kepalamu, untuk sekadar menyentuhkan kedua pipi kita, untuk meletakkan tanganku di atas dadamu. Tetapi ribuan kilometer membentang di antara kita saat itu.


29 April 2020. Makassar cerah hari ini tetapi matahari bersinar redup. Beberapa malam yang lalu saya berbisik pada gelap semoga kita dapat bersua. Bukankah sudah lama kita tidak bertemu? Kali terakhir kamu datang mengulum senyum dua tahun yang lalu.


Sungguh saya khawatir apakah kamu tak kunjung datang karena tidak menangkap firasat yang saya kirimkan? Atau, sinyal rindu yang terantar dari saya semakin melemah sehingga tak cukup kuat menggerakkan dirimu untuk datang?


Makassar, 29 April 2020