Wednesday, April 29, 2020

29 April (5) : Kepada Senyum di Sisi Kasur



29 April 2020. Makassar cerah seharian di hari ke-6 puasa Ramadan ini. Tadi pagi usai sahur dan shalat subuh saya berbaring sejenak sambil mengingat beberapa kenangan di tahun-tahun yang lalu. Satu kenangan itu diantaranya adalah tentang pagi musim gugur yang dingin di Brunswick. Pagi yang gelisah, penuh kecemasan, dan sedih karena ada perpisahan yang semula dijadwal hanya sementara.

Pagi itu memang tidak seperti pagi-pagi sebelumnya. Kamu dibangunkan lebih cepat padahal biasanya kami serumah membiarkan dirimu tertidur sampai batas yang kamu inginkan. Terkadang di sela penantian, kami serumah mengintip lewat pintu dan saat melihat dirimu masih pulas kami besarkan kesabaran.


Ada alasan lain kenapa kami serumah sesekali melihatmu dari pintu yang hanya terbuka sekepala itu. Seringkali kamu sudah terbangun tetapi tak bersuara, tak memanggil. Kami tidak tahu sudah berapa lama kamu bangun sebelum dirimu akhirnya memanggil, "maaaa…mamaaaa!" Lalu kami serumah berhamburan masuk kamar dengan riang gembira karena tak sabar bertemu dirimu. Kami mendapati dirimu telah duduk di sisi kasur sambil bersandar ke tembok dengan tersenyum-senyum.


Sambil menunggu taksi yang akan membawa dirimu bersama bunda dan kedua kakak, saya sempat menggendong dirimu. Tidak ada firasat saat itu akan menjadi kali terakhir saya mendekapmu, merasakan hangat pipimu,dan wangi rambutmu. Jika saya tidak merasakan firasat itu, apakah kamu yang merasakannya? Sampai taksi berlalu yang membawa kalian berempat menuju bandara tiba-tiba saya merasa kehilangan besar. Apakah itu firasat? Apakah rindu pada dirimu yang berkecamuk di hari-hari selanjutnya adalah juga firasat? Entah.


29 April 2020. Makassar cerah meski sesekali awan tebal menutupi sinar matahari terjun bebas ke bumi. Tadi pagi saat berbaring saya membaca beberapa kenangan beberapa tahun silam yang kembali diingatkan oleh akun medsos milik saya. Satu diantaranya adalah peristiwa pada hari dan tanggal yang sama dengan hari ini, Rabu 29 April

tetapi berjarak lima tahun dari hari ini.

Pagi itu pagi untuk bermalas-malasan karena tak ada jadwal masuk kerja. Usai shalat Subuh saya kembali berbaring di atas kasur sambil menonton live streaming seorang kawan di Jakarta yang memberikan kuliah Subuh di satu station TV. Di sela iklan komersial dari acara itu saya membuka info-info hasil pertandingan bola yang berlangsung semalam.


Lalu tiba-tiba suara notifikasi yang memberi kode ada pesan masuk di ponsel saya. Bunyi pesan itu kurang lebih bahwa semalam dirimu sakit dan tadi subuh masuk ruang perawatan di rumah sakit. Kenapa pada malamnya saya tidak mendapat firasat apa-apa? Apakah dirimu sengaja tak mengirim firasat itu agar saya tidak harus cemas?


Sungguh perasaan saya saat itu tidak karuan. Ingin rasanya segera bergegas menjumpaimu untuk mengusap-usap kepalamu, untuk sekadar menyentuhkan kedua pipi kita, untuk meletakkan tanganku di atas dadamu. Tetapi ribuan kilometer membentang di antara kita saat itu.


29 April 2020. Makassar cerah hari ini tetapi matahari bersinar redup. Beberapa malam yang lalu saya berbisik pada gelap semoga kita dapat bersua. Bukankah sudah lama kita tidak bertemu? Kali terakhir kamu datang mengulum senyum dua tahun yang lalu.


Sungguh saya khawatir apakah kamu tak kunjung datang karena tidak menangkap firasat yang saya kirimkan? Atau, sinyal rindu yang terantar dari saya semakin melemah sehingga tak cukup kuat menggerakkan dirimu untuk datang?


Makassar, 29 April 2020

No comments: