Wednesday, January 7, 2015

Dua Tahun: Aufa, Tetaplah Baik Hati....

 
 
Tanpa kata hanya dengan suara Aufa menunjuk-nunjuk gunting di atas meja dapur. Telunjuk kecilnya itu lalu berpindah ke arah lemari dapur dan seisi rumah tahulah apa yang disampaikan Aufa. Dia meminta gunting ditaruh di tempat semula di dalam lemari. Botol-botol kecap, sambal, dan saus tidak luput dari perhatiannya, bila tidak berada di tempatnya maka dia tidak akan berhenti meminta menaruhnya kembali ke letaknya yang biasa.
 
Tidak jarang tangan mungilnya dan dengan kaki sedikit berjingkrak dia meraih gelas-gelas di atas meja makan dan membawanya ke sink atau bak cuci piring. Tindakannya yang terakhir ini sering membuat saya was-was karena meski dia cukup kuat memegang dan mengangkat gelas namun saya harus mendampinginya. Bukan hanya mengantisipasi jika gelas tiba-tiba lepas dari genggamannya, tetapi juga karena dia belum bisa mencapai bak cuci di dapur tersebut.
 
Tidak hanya benda-benda di sekitar dapur yang menjadi perhatian Aufa melainkan seluruh benda-benda di dalam rumah. Buku-buku dan sepatu yang berserakan mesti ditaruh lagi di raknya. Bantal di depan TV yang tidak digunakan harus dibawa lagi ke kamar. Hebatnya, bantal-bantal itu kadang dibawanya sendiri. Walau terlihat kewalahan dua bantal di tangan kiri dan kanannya diseretnya ke kamar. Bila sempat saya membantunya dengan mengambil satu bantal tersebut dan sepanjang perjalanan ke kamar saya tak henti memujinya. Sempatkanlah untuk senantiasa memuji anak agar dia dapat mengembangkan potensi rasa percaya diri sejak dini, demikian naehat para ahli pendidikan.
 
Berkali-kali, sehabis saya menggunakan obeng dan tang, Aufa meminta saya untuk menaruhnya kembali di laci. Dia sudah tahu laci bagian mana seharusnya perkakas itu mesti berada. Begitu telah berada di depan bupet tangannya langsung menarik gagang laci paling bawah, membuka laci tersebut lalu meminta saya memasukkan obeng dan tang tersebut.
***
 
 
Dua tahun silam, tepatnya di hari Senin 7 Januari 2013, kala Makassar diguyur hujan sehingga sebagian wilayah kota tergenang air, suara tangis bayi laki-laki dengan berat 3,6 gram dan panjang  48 sentimeter memecah ruangan bersalin. Bayi laki-laki yang memulai kehidupannya di dunia pukul 22.05 tersebut terus menangis ketika suster membersihkan badannya dari lendir, darah, dan air ketuban. Tangisnya baru terhenti usai suster menyelimuti tubuhnya.


Bayi laki-laki itu kemudian berpindah ke gendongan saya. Inilah momen yang selalu membuat saya tergetar. Momen ketika saya melantunkan suara adzan ke telinga kanannya dan menyematkan iqamat di telinga kirinya. Saya sungguh bersusah payah menyelesaikan kalimat adzan dan iqamat tersebut. Suara saya terhadang haru yang membuncah di dada.
 
 
 
Tujuh hari kemudian adalah momen penting lainnya bagi si bayi laki-laki itu. Setelah mencari dan menyaring nama-nama yang baik, saya dan ibunya sepakat menyematkan nama "AUFA" kepadanya. Dalam bahasa Arab kata 'Aufa' berarti 'paling tepat', atau bila diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris berarti 'fuller' atau 'lebih lengkap'.
 
Kehadiran Aufa dalam keluarga kami memang di saat yang sangat tepat. Saat yang pas buat kami orangtuanya untuk kembali menerima amanah memiliki bayi mungil. Selisih usia tiga dan enam tahun dengan kedua kakak perempuannya memungkinkan kami dapat mengatur waktu menjaga dan merawatnya dengan sepenuh waktu. Buat kami, Aufa juga adalah pelengkap keluarga, yakni anak lelaki yang melengkapi dua anak perempuan.
***

 
Hari ini, Rabu 7 Januari 2015, bayi mungil itu kini telah menjelma menjadi anak kecil yang lincah, cerdas, dan baik hati. Waktu dua tahun semakin menyempurnakan seluruh fungsi organ-organ di tubuhnya. Jaringan sel otaknya berkembang pesat yang ditandai dengan pengenalan yang baik atas obyek-obyek di sekitarnya. Sisi afektifnya juga meningkat dari kesediaan dia berbagi rasa dengan orang-orang sekitarnya, termasuk dengan seorang ibu muda berkewarganegaraan Irlandia bernama Emer yang mengasuhnya dua hari seminggu. Memenuhi setiap permintaan pelukan dan ciuman dari kami orangtuanya dan kedua kakaknya dengan segera adalah wujud lain sisi afektif tersebut. Bermain outdoors adalah satu kegemarannya. Dia akan bergegas mengambil sepatunya jika diajak bermain di luar rumah. Keterampilan berlari dan melompat adalah bukti bahwa aspek psikomotoriknya pun sangat baik. 
 
 
 
Di luar ketiga aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, ada satu hal yang membuat kami semakin bangga memiliki Aufa. Seperti cerita dalam pengantar tulisan ini di atas, Aufa kerap meminta mengembalikan segala sesuatu pada letaknya semula. Bagi saya apa yang dilakukan dan diminta oleh Aufa bukanlah hal yang kebetulan. Nama Aufa yang berarti 'paling tepat' memiliki korelasi satu sifat Aufa yang senang melihat sesuatu di tempat yang 'paling tepat'. Ya, nama-nama yang kita berikan buat anak-anak kita adalah doa-doa kebaikan dan pengharapan akan sifat yang baik.
 
Anakku Aufa, tepat di usiamu yang kedua tahun di hari ini tidak perlu ada perayaan khusus. Kami orangtuamu tidak memiliki tradisi merayakan ulang tahun. Mungkin tidak ada kue tar berhias angka 2 buat kamu, tetapi percayalah ada limpahan doa-doa kebaikan dari kami untukmu. Mungkin tidak ada lilin yang dinyalakan, namun yakinlah kobaran semangat kami untuk membesarkan dan mendidikmu dengan sepenuh hati berlipat-lipat lebih besar dari nyala lilin tersebut.
 
Aufa, selamanya baik hati dan berhati baik....
 
Melbourne, 7 Januari 2015
 
Note:
 Aufa is another spelling of the Arabic boy and girl name Awfa which means "more faithful", "true to his/her promise". They are the same name and have the same meaning and pronunciation. Both spellings are acceptable. For more details on this name and its pronunciation see: Awfa (www.quranicnames.com)