Friday, August 1, 2014

Mendekap Cahaya di Musim Dingin

(Ahmad Syam)

Api unggun dari beberapa bongkahan kayu terus menyala. Lidah apinya sesekali terlihat tajam. Meliuk-liuk mengikuti irama angin. Baranya berkilauan seperti tidak ingin kalah dari gemerlap lampu-lampu kota.

Menikmati api unggun tersebut seperti berada di pedalaman Australia. Tanah merah kecoklatan yang menjadi alas api unggun adalah warna tanah khas yang akan ditemukan di pedalaman-pedalaman negeri Kanguru. Sementara batu-batu kali yang mengitari api unggun membawa pikiran pada sungai-sungai berair jernih jauh di pelosok.



Beberapa orang duduk maupun berdiri di sekitar api unggun. Mereka adalah para pengunjung yang mungkin tertarik merasakan eksotisme api unggun di jantung Kota Melbourne. Atau, boleh jadi, para pengunjung datang hanya untuk berdiam diri sejenak, menghangatkan tubuh dari cuaca dingin sembari mendengarkan alunan suara, nyanyian atau pun musik Aborigin yang sesekali samar terdengar.

Lebih jauh dari sekadar kedua faktor di atas keberadaan api unggun yang menyala non-stop selama 22 hari tersebut menyertakan cerita tentang kehidupan penduduk asli Australia, Suku Aborigin. Api unggun yang dalam istilah Aborigin dikenal dengan leempeeyt weeyn memang untuk kali pertama tampil dalam event The Light in Winter. Dalam karya Vicki Couzens ini api unggun dikitari beberapa simbol-simbol. Ada simbol planet dalam sistem tata surya, ada juga simbol orang yang sedang berdansa.



Jules, salah seorang panitia The Light in Winter 2014 yang bertugas di sekitar leempeeyt weeyn, bercerita kepada saya bahwa simbol planet adalah konsep kehidupan Aborigin tentang alam semesta. Bahwa orang-orang Aborigin telah mengetahui dan menerapkan sistem pengetahuan tentang alam semesta, termasuk pergerakan matahari dan bulan serta pengaruhnya terhadap pergantian musim dalam kehidupan sehari-hari mereka ratusan tahun yang lalu. Sedangkan simbol orang yang sedang berdansa dan menari mengelilingi api adalah sisi lain dari pemaknaan orang-orang Aborigin tentang api sebagai salah satu unsur kehidupan yang penting.

Setiap musim dingin tiba dalam delapan tahun terakhir, kegiatan The Light in Winter selalu hadir menghangatkan warga Melbourne. Musim dingin yang berlangsung selama kurang lebih tiga bulan, Juni-Agustus, disambut dengan event yang menyajikan kolaborasi seni dan cahaya. Karya-karya seninya untuk dinikmati sebagai makanan jiwa dan cahaya dari lampu-lampu adalah penghangat raga. Tahun 2014 ini The Light in Winter berlangsung 1-22 Juni di Federation Square dengan beragam karya yang tidak saja memanjakan mata tetapi juga mengisi ruang batin dan memperkaya pengetahuan.

Bagi saya, selain karya api unggun khas Aborigin terdapat dua karya lainnya yang menarik perhatian. Pertama, Radiant Lines karya Asif Khan yang mewujudkan eksplorasi garis, irama, kecepatan, dan volume. Garis-garis yang membentuk 40 cincin (melingkar) berbahan dasar aluminium dengan ruang kosong di tengahnya. Pada garis-garis yang membentuk lingkaran tersebut terpasang ratusan lampu LED (light-emitting diode) yang di malam hari menyala sangat terang. Radiant Lines dibuat dengan tinggi 8 meter dan pada bagian bawahnya memungkinkan pengunjung masuk ke bagian tengahnya. Nah, pada saat pengunjung berada di tengah-tengah ruang kosong itulah sesekali terdengar getaran dari energi lampu-lampu dalam jumlah dan berkekuatan besar.



Kedua, karya yang saya amat nikmati adalah Teater Boneka ‘Papermoon’. Saya tertarik bukan hanya karena kreatornya adalah orang Indonesia, Maria Tri Sulistyani, tetapi juga karena pesan dari karya ini. Maria menggunakan boneka-boneka unik dan bertingkah aneh serta menggunakan atraksi multimedia untuk menciptakan kembali catatan-catatan personal dan kisah menyedihkan dari periode masa suram dalam sejarah Indonesia. Saya terpesona dengan penampilan boneka-boneka tersebut yang mampu merepresentasikan masa lalu dan menyajikannya di masa kini. Belum lenyap rasa kagum tersebut, tiba-tiba saya dikejutkan oleh boneka yang tiba-tiba muncul dari dalam kotak lalu menghilang dengan sangat cepat. Boneka-boneka yang bergerak memiliki daya pikat yang tak berbatas yang darinya memberikan banyak stimulan bagi imajinasi.



Pergerakan imajinasi adalah penting meski badan kaku sejenak karena dingin. Menurut saya, demikian satu dari beberapa tujuan dihadirkannya kegiatan tahunan The Light in Winter. Program-program yang berlangsung sepanjang hari hingga malam tidak saja meluapkan banyak cahaya dalam pengertian fisik tetapi juga cahaya dari kebijakan spiritual. Para pengunjung yang datang sendirian maupun bersama keluarga tidak ubahnya dalam rangka saling mendekap untuk berbagi keceriaan dan kehangatan.

Brunswick, 1 Agustus 2014
http://luar-negeri.kompasiana.com/2014/08/01/mendekap-cahaya-di-musim-dingin-666722.html

No comments: