Thursday, April 28, 2011

Belajar Matematika, Siapa Takut?










Dulu, Matematika dipandang momok bagi sebagian besar siswa. Namun pengembangan pembelajaran Matematika yang lebih menyenangkan mengubah pandangan tersebut. Keadaan ini dapat ditemukan di sejumlah sekolah dasar (SD) di Kabupaten Soppeng. Bagaimana pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Soppeng membuat terobosan? Berikut ulasannya.

Ahmad Syam

Fajar, 27 April 2011

Sudah tiga tahun program Mathematic Education Quality Program (MEQiP) dijalankan di beberapa SD di Kabupaten Soppeng. Sejak dicanangkan 2008 lalu, konsep pembelajaran MEQiP telah berlangsung di hampir 80 SD. Konsep MEQiP ini adalah metode belajar Matematika dengan menggunakan alat peraga yang memungkinkan siswa lebih cepat memahami bahan ajar. Konsep ini juga mengaitkan objek-objek bahan ajar, misalnya kubus dan balok, dengan benda-benda di lingkungan sekitar para siswa.

Program MEQiP, sebagaimana hasil penelitian FIPO dalam rangka penilaian Otonomi Awards 2011 yang berlangsung 7-16 Maret lalu, diawali dengan pelatihan terhadap guru-guru bidang studi Matematika. Guru-guru tersebut dipilih melalui seleksi di sekolah masing-masing. Pelatihan untuk guru-guru ditangani dosen Universitas Negeri Makassar (UNM) sebagai mitra Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Soppeng.

Tujuan metode MEQiP tidak hanya membuat siswa kreatif tetapi juga menuntut kreativitas guru dalam menggunakan alat peraga Matematika (APM). Semakin kreatif guru menggunakan APM akan semakin memudahkan siswa memahami materi yang disampaikan.

Upaya pemerintah daerah setempat meningkatkan kemampuan Matematika untuk siswa SD tercermin dari komitmen anggaran untuk program tersebut. Jika pada tahun pertama anggaran kegiatan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) I maka pada tahun kedua dan ketiga sumber anggarannya adalah APBD II.

Komitmen anggaran dan upaya mengimplementasikan metode MEGiP secara baik membuahkan hasil. Berdasarkan catatan Dinas Pendidikan,Pemuda, dan Olahraga Soppeng, dalam dua tahun terakhir prestasi siswa SD dalam bidang studi Matematika membaik. Hal tersebut setidaknya tercermin dari prestasi-prestasi yang diraih siswa SD tersebut. Contohnya, pada tahun 2009, lima dari enam siswa SD di Soppeng yang menjadi wakil Sulawesi Selatan pada lomba sains tingkat nasional. Sementara pada 2010, tiga dari enam siswa yang mewakili Sulsel dalam lomba Matematika berasal dari Soppeng.

Selain terobosan sektor pendidikan di atas, kabupaten yang juga terkenal karena kalongnya tersebut melakukan perbaikan kualitas layanan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ajjapange. Manajemen RSUD Ajjapange membentuk Tim Kasih. Fungsi tim adalah memberikan bantuan kepada pengunjung yang tidak mengenal situasi rumah sakit, mengarahkan pengunjung kepada tempat yang akan dituju, serta menerima pengaduan dari pengunjung dan ditulis dalam buku pengaduan dan selanjutnya dilaporkan ke Unit Pengaduan.

Tim Kasih yang merupakan nama lain dari program Tim Siaga Layanan RSUD Ajjapange Kabupaten Soppeng tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan Direktur RSUD Ajjapange. Jumlah staf dalam Tim Kasih adalah 12 anggota yang dipimpin seorang koordinator. Anggota yang bertugas tersebut dilengkapi tanda pengenal berupa Identity Card (ID Card) bertuliskan “Tim Kasih”.

Masih terkait terobosan dalam layanan publik, kabupaten berpenduduk 230.744 jiwa tersebut melalui Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi juga memperbaiki layanan administrasi dasar kependudukan. Meski terbilang masih baru tetapi masyarakat yang tersebar di 8 kecamatan, 49 desa, dan di 21 kelurahan tersebut sekarang ini telah menikmati layanan kartu tanda kependudukan (KTP) dan kartu keluarga (KK) secara gratis.

Selain program-program berwujud layanan publik di atas, meski tidak terlalu menonjol unsur inovasi dan terobosannya, pemerintah daerah juga menaruh perhatian pada program ekonomi, akuntabilitas, dan partisipasi publik. Namun, dalam catatan hasil pemonitoran dan evaluasi, FIPO mendapati bahwa terdapat beberapa program yang tidak berjalan efektif dan maksimal. (ahmadsyam_1@yahoo.com)

Wednesday, April 13, 2011

Hidup Sehat Berkat Arisan Jamban


Partisipasi masyarakat adalah bagian dari modal pembangunan. Karena itu, pemerintah daerah (pemda) terus mendorong keterlibatan masyarakat dalam program daerah. Kabupaten Luwu Utara, misalnya, menggagas arisan jamban dan pasar desa swadaya untuk mendekatkan dua fasilitas vital, jamban dan pasar, tersebut kepada masyarakat.

Oleh Ahmad Syam

Monitoring dan evaluasi (monev) Otonomi Awards (OA) 2011 yang berlangsung 16-24 Februari lalu di Luwu Utara menemukan sejumlah program yang mencerminkan upaya kabupaten berpenduduk 321.979 jiwa (2009) menggerakkan masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya. Program-program tersebut antara lain, arisan jamban keluarga (jaga) dari Dinas Kesehatan dan pembangunan/pengelolaan pasar desa partisipatif oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD).

Arisan jamban adalah inisiatif tenaga kesehatan desa/puskesmas. Program ini diadakan untuk mengatasi masih rendahnya kesadaran masyarakat berperilaku hidup sehat seperti menggunakan jamban. Kondisi menjadi lebih parah karena fasilitas jamban yang masih kurang karena masyarakat terkendala biaya untuk membuat jamban di rumah masing-masing.

Langkah pertama yang dilakukan tim tenaga kesehatan adalah menyosialisasikan pentingnya jamban terutama untuk menghindarkan masyarakat dari penyakit yang dapat ditimbulkan dari membuang hajat di kali dan sungai. Selanjutnya, tim berkoordinasi dengan kepala desa untuk membentuk kelompok-kelompok arisan jaga.

Implementasi arisan jaga sebagaimana yang berlangsung di Desa Marannu, Kecamatan Baebunta, misalnya, diawali dengan membentuk sejumlah kelompok arisan jaga di mana setiap kelompok beranggotakan sepuluh rumah. Iuran bulanannya adalah Rp40 ribu per rumah dengan demikian dalam sebulan terkumpul Rp400 ribu yang cukup untuk membangun satu jamban sederhana.

Arisan jaga yang diperkenalkan di beberapa desa lainnya berdampak membaiknya cakupan jamban di kabupaten yang ibu kotanya berkedudukan di Masamba tersebut. Data menunjukkan, cakupan penggunaan jamban pada 2008 adalah 59,71 persen (36.699 dari total 61.458 rumah memiliki jaga). Pada 2010 data tersebut meningkat karena cakupan penggunaan jamban menjadi 68,23 persen (46.114 dari total 67.586 rumah memiliki jamban).

Pada sektor penguatan ekonomi masyarakat desa dirintis pula sejumlah pasar desa yang mengandalkan swadaya masyarakat. Secara ekonomis program ini bertujuan mendekatkan dan memudahkan masyarakat desa menjual hasil kebun dan pertanian yang mereka hasilkan. Masyarakat desa tidak perlu lagi ke pasar kecamatan sehingga dapat menghemat biaya transportasi.

Model pembangunan pasar partisipatif memungkinkan pemda dapat menghemat pengeluaran daerah. Sebelum model partisipatif dijalankan pemda harus menanggung seluruh biaya pembangunan yang menelan Rp125 juta per pasar. Sekarang sebagian besar biaya bersumber dari swadaya masyarakat sementara pemda cukup memberikan dana hibah Rp40 juta per pasar.

Bukan hanya berdampak pada efisiensi dan efektivitas anggaran, pelibatan masyarakat dalam pembangunan dan pengelolaan pasar juga memunculkan rasa memiliki masyaratkat terhadap fasilitas pasar sehingga mereka peduli terkait pemeliharaan dan pengembangan pasar.

Bukti efek positif pelibatan masyarakat dari awal perencanaan pembangunan pasar terlihat di Pasar Desa Sukaraya, Kecamatan Bone Bone. Pasar yang juga dapat diakses oleh warga dari lima desa tetangga terdekat tersebut kini telah menghimpun dana kas Rp90 juta yang diperoleh dari retribusi pedagang setiap minggu. Rencananya dana itu akan digunakan untuk pembangunan los pasar permanen.

Selain kedua program di atas, kabupaten yang tahun ini memasuki usia yang ke-12 tahun tersebut juga menjadi pelopor e-procurement (tender melalui internet) dan pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di Sulawesi Selatan (Sulsel).

Program e-procurement Luwu Utara adalah yang pertama di Sulsel dan bertujuan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Tender melalui internet ini memungkinkan pengadaan barang dan jasa yang efektif, efisien, transparan, non diskriminatif, dan akuntabel.

Secara umum, sejak soft launching 2009 lalu e-procurement telah memberikan dampak positif bagi upaya efisiensi anggaran pemda. Pada 2009 terjadi efisiensi anggaran sebesar 10,70 persen dari 235 paket yang dilelang dengan total anggaran Rp133,9 miliar. Sedangkan pada 2010 efisiensi anggaran sebesar 6,71 persen dari 97 paket yang dilelang dengan total anggaran Rp83,88 miliar.

Untuk sektor pengembangan sumber energi alternatif dan fasilitasi listrik kepada masyarakat, kabupaten yang menjadi ikon kakao di Sulsel ini telah membangun kurang lebih 32 unit PLTMH dengan total kapasitas produksi 535 kilowatt. Seluruh unit PLTMH tersebut mendistribusikan listrik kepada 2.689 rumah tangga.

Demikian, beberapa catatan penting dari hasil monev FIPO atas program yang dijalankan Luwu Utara. Secara umum dapat disimpulkan, terdapat upaya pemda meningkatkan derajat sehat dan ekonomi masyarakatnya serta upaya memperkuat transparansi dan akuntabilitas publik. (ahmadsyam_1@yahoo.com)