Wednesday, February 19, 2014

Penulis, Kopi Susu, dan Kopi Paste


Entah sejak kapan menulis dan minum kopi itu seperti bersenyawa. Menulis tanpa ditemani kopi seperti hendak menyalakan mesin kendaraan namun mesin tidak kunjung nyala. Berulangkali kunci diputar ke start tetapi mesin hanya terbatuk-batuk. Menulis tanpa segelas kopi terhidang seperti hendak berkendara yang jauh tetapi tanki kendaraan tidak terisi bensin yang cukup. Di tengah perjalanan kendaraan pun kehabisan bensin dan tidak bisa melanjutkan perjalanan.

www.deviantart.com


Tentu tidak semua orang yang hobi menulis juga bersahabat dengan kopi. Sebagian orang lainnya jika menulis lebih senang sambil nge-teh. Sebagian lainnya dengan sedikit camilan. Intinya, kopi, teh, atau apa pun rupa camilan yang tersedia semuanya telah mewakafkan diri mereka masing-masing bagi sang penulis. Hanya saja kopi terlanjur menjadi sahabat universal. Apalagi jika menulisnya dalam posisi sedang dikejar deadline; yang penulis kolom dikejar redaktur, yang penulis naskah sinetron dikejar jadwal tayang, yang penulis skripsi dikejar dosen pembimbing. Karena sedang dikejar maka tidak boleh banyak tidur alias malam pun dilewati begadang, kopi datang membantu dengan membuat mata melek semalaman. Kafein dalam kopi diyakini dapat membuat mata dan pikiran seorang yang sedang menulis tetap terjaga.

Pasar kopi pun berkembang seiring semakin banyaknya kegiatan menulis yang dilakukan orang-orang. Hukum ekonomi pun berjalan. Banyak permintaan berarti ada peluang untuk memperbanyak penawaran. Maka penjajang kopi seperti jamur di musim hujan. Di mana-mana akan dengan mudah menemukan warung, kafe, atau sekedar tenda dengan embel-embel kopi di belakangnya sehingga menjadi warung kopi, kafe kopi, dan tenda kopi. Pada tempat-tempat tersebut kita akan bertemu dengan orang-orang yang sedang menulis: dari menulis artikel, kasbon, status, hingga yang iseng menulisi meja.

Jangan-jangan kopi memang ditakdirkan bersahabat dengan dunia penulisan. Setidaknya beberapa manfaat kopi itu yang umum diketahui banyak orang ternyata bisa membantu seorang yang sedang menulis.

Pertama, kopi dapat menyamarkan bau kurang sedap. Ini pengalaman pribadi saat membawa ikan kering di kabin pesawat. Setelah saya bungkus berlapis-lapis kertas koran, di atasnya, sebelum kardus ditutup, saya taburkan dulu serbuk kopi. Apa hubungannya dengan kopi, bau, dan penulis? Ya, siapa tahu saking asyik dan sibuknya menulis hingga lupa mandi yang tanpa disadari aroma kurang sedap tercium orang-orang sekitar. Maka, langkah paling aman adalah taburkan serbuk kopi sekitar meja tulis untuk menyamarkan BB tersebut. Hehe...

Kedua, kopi juga diyakini dapat mengurangi, bahkan menghilangkan stres. Aroma kopi bisa membantu relaksasi pikiran. Bagi penulis ini tentu manfaat yang sangat besar. Coba saja bayangkan, dari mencari ide dan menentukan angel saja sudah menguras otak apalagi ketika menuliskannya. Banyak yang percaya bagian paling rumit dan kadang bikin stres adalah ketika memadukan padanan kata yang tepat, menyusun kalimat yang efektif, hingga merangkai paragraf paragraf yang koheren. Nah, di sinilah kopi berperan. Bila sudah mentok karena stres berarti waktunya merelaksasi pikiran dengan aroma kopi. Hanya saja, bila persediaan kopi dan gula di rumah sedang kosong sementara honor tulisan juga belum cair, segeralah melangkah ke warung kopi terdekat. Cari meja di mana ada orang lagi ngopi. Duduk di dekatnya dan hiruplah aroma kopi milik orang itu. Ini cara paling jitu menghilangkan stres dengan aroma kopi tanpa perlu terbebani stres lain karena belum bisa beli kopi.

Ketiga, manfaat yang satu ini bukan hasil penelitian terkait kegunaan kopi bagi manusia, terutama penulis. Hanya saja manfaat yang ini justru sangat penting diingat-ingat oleh para penulis atau siapa saja yang berkecimpung dalam dunia tulis-menulis. Bagi yang sering gaul warung kopi pasti sudah hapal beberapa istilah ala warung kopi, misalnya, tebal atau tipis. Ini sama sekali tidak ada kaitan dengan isi dompet tebal atau tipis. Istilah tersebut hanya untuk membedakan tingkat kekentalan kopinya. Kopi tebal karena campuran kopinya lebih banyak dari gulanya (atau kadang tanpa gula sehingga sering juga diistilahkan kopi hitam saking pekatnya), sedangkan kopi tipis ya karena campuran kopinya hampir berbanding dengan gula yang membuatnya terlihat  lebih encer.

Ada juga istilah kopi susu  atau biasa disingkat kopsus.  Nah, kalau yang ini  biasanya lebih popular. Kenapa lebih popular belum ditemukan jawabannya yang pasti. Untuk sekadar mereka-reka popularitas mungkin kopsus karena faktor susunya. Minum susu adalah tradisi manusia sejak lama, bahkan dalam beberapa tingkatan masyarakat berdasarkan level ekonominya minum susu adalah kemewahan. Susu menjadi simbol dari kesejahteraan. Popularitas kopsus memang tidak terbantahkan. Datanglah ke warung kopi-warung kopi maka akan menemukan sajian kopsus adalah yang paling istimewa dan paling laris. 

Untuk seorang penulis atau yang sedang hobi menulis kopsus adalah pilihan ideal. Kandungan kopsus baik bagi yang sedang menulis karena melihat komposisinya, kopi dan susu. Setidaknya, jika kopi bisa menutrisi pikiran maka susu menutrisi tubuh biar tetap sehat.

Hanya saja, karena kopi susu mengandung dua manfaat sekaligus maka harganya juga lebih mahal baik dibandingkan kopi tanpa susu dan kopi paste. Hah, kopi paste? Memang ada menu kopi paste di warung kopi? Yaaa…tidak ada sih tetapi dalam tulis-menulis kopi paste cukup dikenal. Terus kopi paste enak ngak? Murah? Soal murah mana, terus terang  kopi paste memang lebih murah dari kopi susu. Tetapi soal enak mana, yakinlah kopi susu jauh lebih nikmat dari kopi paste…!

Brunswick, 18 Februari 2014
 

No comments: