Tuesday, January 26, 2016

Akankah Nishikori-Raonic Kejutkan Djokovic-Murray?


ngantri naik tram ke Melbourne Park (Foto: Ahmad Syam)
 
Lapangan keras Australian Open 2016 memasuki babak perempatfinal. Delapan pemain siap memperebutkan empat tiket di semifinal. Di luar Raonic (13) dan Monfils (23), keenam petenis lainnya berada di unggulan sepuluh besar: Djokovic (1), Murray (2), Federer (3), Berdych (6), Nishikori (7), dan Ferrer (8).
Data lainnya, dari delapan petenis tersebut hanya tiga yang pernah merasakan gelar grandslam yakni Federer, Djokovic, dan Murray. Bahkan khusus untuk Australian Open, Djokovic telah merajai lima kali dan Federer merengkuhnya empat kali. Murray  meski empat kali menjajal final di Rod Laver Arena namun selalu tidak beruntung di tangan Federer dan Djokovic.
Berdasarkan statistik tambahan, dalam 7 tahun terakhir baik Federer, Djokovic, maupun Murray silih berganti menembus final, kecuali 2014 ketika Wawrinka jumpa Nadal. Sayangnya, baik Wawrinka maupun Nadal telah tersingkir. Lalu, siapakah selain Djokovic, Federer, dan Murray yang bisa bersaing ke final sekaligus merebut titel grandslam pertamanya? Adakah pemain senior Berdych dan Ferrer? Si flamboyan Monfils? Ataukah dua petenis yang sedang naik daun Nishikori dan Raonic?
Skenario paling lurus adalah final 2016 akan mengulang final 2015: Djokovic dan Murray. Bagaimana keduanya mencapai final? Mudah saja.
Di perempatfinal Djokovic akan mengatasi Nishikori karena empat dari lima pertemuan terakhir, di mana empat pertemuan tersebut berlangsung di lapangan keras, dimenangkan petenis asal Serbia tersebut. Perempatfinal lainnya Federer akan bisa menudukkan Berdych. Djokovic akan bertemu Federer di semifinal yang bakal menjadi semifinal paling seru karena 44 kali pertemuan keduanya berbagi 22 kemenangan, termasuk empat pertemuan terakhir di lapangan keras keduanya juga imbang 2-2. (Sebagai fans, saya mendukung Federer bisa menang meski dari tren prestasi kemungkinan besar Djokovic yang bakal menang).
Gerimis berlalu, matahari datang, atap Rod Laver Arena dibuka kembali (Foto: Ahmad Syam)
 
Pada kotak perempatfinal lainnya, ada duel seru antara Monfils dan Raonic serta Ferrer melawan Murray. Monfils dan Raonic baru berjumpa dua kali yang keduanya dimenangkan Monfils. Hanya saja kemenangan Monfils agak sulit dijadikan patokan karena pertandingannya sudah lama yakni 2011 dan 2013 lalu. Mengingat tren prestasi Raonic belakangan ini, khususnya tiga tahun terakhir, yang selalu tampil baik di event grandslam maka dia bakal menggusur Monfils untuk maju ke semifinal.
Lawan Raonic di semifinal sepertinya gampang ditebak yakni Murray. Melawan Ferrer bagi Murray bukanlah pekerjaan berat mengingat Murray telah mengalahkan Ferrer 12 kali dari 18 pertemuan mereka. Bahkan, lima pertemuan terakhir semuanya disapu bersih Murray, baik di lapangan keras maupun rumput. Semifinal Murray versus Raonic tidak kalah serunya antara Djokovic versus Federer.  Dalam enam kali bertemu keduanya berbagi angka kemenangan 3-3. Untuk lima pertemuan terakhir pun Murray hanya unggul tipis 3-2. Namun ingat dengan empat gagal masuk final, pengalaman Murray di Australian Open sangat kaya. Belum termasuk dukungan supporter Australia yang memiliki ikatan serumpun dengan Murray yakni Inggris. (Dalam hati saya berharap Raonic-lah yang menang).
Demikianlah, di atas kertas dan di layar monitor laptop kita sudah tersaji jalan lurus bagi pemenang Australian Open 2016. Jalan lurus yang berangkat dari data-data. Itu pun baru sebagian data yang tersaji. Masih banyak kelompok-kelompok angka lainnya yang bisa semakin menguatkan jalan lurus tersebut. Misalnya, jumlah gelar yang telah diraih dan prosentase kemenangan dan kekalahan selama berkarir.
Apakah data-data tersebut dalam olahraga selamanya berlaku? Baiklah, mari mengutarakan fakta lain dalam olahraga. Fakta yang disebut sebagai kejutan.
Area Rod Laver (Foto: Ahmad Syam)
 
Juan Martin del Potro datang ke US Open 2009 hanya sebagai peringkat ke-6. Mungkin menjejak final pun sudah luar biasa baginya, setidaknya dia memperbaiki prestasi tertinggi sebelumnya sebagai semifinalis grandslam di Perancis tahun yang sama. Siapa menyangka del Potro meraih titel grandslam pertamanya setelah menumbangkan sang maestro, Federer, yang saat itu mencoba mempertahankan trofi keenam secara beruntun.
Kejutan berlanjut di Australian Open 2014. Stan Wawrinka tidak diprediksi bakal menjuarai grandslam pembuka tersebut. Petenis yang di negaranya berada di bawah bayang-bayang Federer itu hanya mendapat unggulan ke-8. Namun di perempat final dia mengandaskan Djokovic dalam lima set, kemudian menghempaskan Berdych di semifinal, sebelum akhirnya mengubur impian Nadal untuk menambah koleksi gelar grandslam. Wawrinka merebut titel grandslam pertama sejak terjun ke tennis pro pertama kali pada 2002.
Terkini kejutan datang lagi dari US Open 2014 ketika Marin Cilic yang prestasi tertingginya hanya menjejak semifinal grandslam di Australian Open 2010. Petenis berkewarganegaraan Kroasia ini datang ke Arthur Ashe Stadium hanya sebagai unggulan ke-14. Di luar dugaan, Cilic mengandaskan Federer di semifinal kemudian untuk merebut gelar grandslam pertama dia menjinakkan andalan Jepang, Nishikori.
Nah, sekali lagi prediksi lurus-lurus untuk final pada 31 Januari mendatang sudah jelas Djokovic versus Murray. Jika prediksi lurus-lurus ini terjadi, maka Djokovic sebagai incumbent dipastikan bakal juara lagi.
Adakah prediksi kejutan untuk final? Maybe, maybe not! Tetapi kalau terjadi kejutan maka finalnya akan mempertemukan Nishikori versus Raonic.

Peraih ATP Newcomer of the Year 2008, Nishikori, ini melangkah ke perempatfinal dengan sangat mudah atas Tsonga, straight set. Pertemuan dengan Djokovic tentu akan mengingatkan pada laga semifinal US Open 2014 ketika dia menjadi petenis putra pertama dari Asia yang menembus final grandslam. Dia menghentikan Djokovic dalam empat set.

Bagaimana dengan Raonic? Dari delapan petenis di perempatfinal, pemain berusia 25 tahun tersebut adalah yang termuda. Postur tubuhnya, tinggi dan besar, akan mengingatkan kita pada del Potro. Meski masih kalah tinggi dua sentimeter dari del Potro namun diantara delapan petenis lainnya dia-lah yang tertinggi dengan 1.96 meter. Andalan Kanada itu juga tenang dalam bermain dan sanggup berduel dalam durasi lama seperti kala menyingkirkan Wawrinka lima set di putaran keempat. Tipikal bermainnya sama dengan del Potro sehingga berpeluang mengikuti sukses del Potro di US Open 2009.

Akankah final kejutan lainnya? Mungkin Federer versus Raonic....
 
Mitchell Street, 26 Januari 2016
(sekitar 12-13 jam sebelum laga perempatfinal pertama antara Federer vs Berdych)
Catatan:
Akhirnya, Djokovic vs Murray di final. Pada partai puncak Minggu (31/1), Djokovic menang atas Murray tiga set langsung 6-1, 7-5, dan 7(7)-6(3).
  
  

No comments: